POJOK HUKUM

KEBIJAKAN FORMULASI PIDANA DAN PEMIDANAAN KORPORASI DALAM UNDANG-UNDANG TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [1] 

Oleh: M. Arief Amrullah [2] 


Money laundering atau pencucian uang, merupakan salah satu jenis kejahatan yang mendunia dan merupakan bagia dari kejahatan terorganisasi. Timbulnya jenis kejahatan tersebut, tidak terlepas dari perkembangan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu wajar jika ada suatu ungkapan: kejahatan itu tua dalam usia, tetapi muda dalam berita. Artinya, sejak dulu hingga kini orang selalu membicarakan mengenai kejahatan, mulai dari yang sederhana (kejahatan biasa) sampai kepada kejahatan-kejahatan yang sulit pembuktiannya, atau mulai dari kejahatan dilakukan secara terang-terangan (kasar) sampai kepada kejahatan yang dilakukan secara diam-diam atau sembunyi-sembunyi.

Perkembangan kejahatan termasuk Tindak Pidana Pencusian Uang (TPPU), merupakan salah satu bentuk kejahatan terhadap pembangunan dan kejahatan terhadap kesejahteraan sosial yang menjadi pusat perhatian dan keprihatinan nasional dan dunia internasional.

Perhatian dan keprihatinan itu sangat beralasan, karena mengingat ruang lingkup/dimensi dari kejahatan ini sangat luas yang aktivitasnya mengandung ciri-ciri sebagai: kejahatan terorganisasi (organized crime); white-collar crime; corporate crime; dan transnational crime, bahkan dengan kemajuan teknologi saat ini dapat menjadi salah satu bentuk dari kejahatan cyber. Dengan karakteristiknya yang demikian, maka dampak dan korban yang ditimbulkannya juga sangat luas bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

Hal itu tentunya sangat bersesuaian bila dikaitkan dengan perubahan dalam bidang ekonomi global yang telah memberikan keuntungan bagi penjahat tingkat dunia, yaitu dengan memanfaatkan peningkatan arus barang, uang, dan orang secara lintas batas, maka organisasi kejahatan internasional telah memperluas jangkauan wilayah mereka dan hubungan mereka dengan kekuasaan pemerintahan setempat. Perkembangan itu menimbulkan berbagai ancaman, baik langsung maupun tidak langsung terhadap kepentingan nasional.

Sehubungan dengan itu, dalam seminar dengan tema: “Efektifitas Pemberlakuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang”, pada dasarnya merupakan bagian dari perhatian dan keprihatinan tersebut. Mengingat dampak dari TPPU itu cukup luas, karena itu dalam bagian menimbang huruf a Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 dikemukakan bahwa: tindak pidana pencucian uang tidak hanya mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan, namun juga dapat membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Sebagai kejahatan yang mendunia, tindak pidana pencucian uang telah masuk dalam kelompok kegiatan organisasi-organisasi kejahatan transnasional yang meliputi the drug trafficking industry, smuggling of illegal migrants, arms trafficking, trafficking in nuclear material, transnational criminal organizations and terrorism, trafficking in women and children, trafficking in body parts, theft and smuggling of vehicles, money laundering, dan jenis-jenis kegiatan lainnya. [3]
Ancaman atau akibat yang ditimbulkan oleh kelompok organisasi kejahatan tersebut sangat begitu dahsyat (insidious), dan dapat menembus ke berbagai segi atau bidang, baik terhadap keamanan dan stabilitas nasional maupun internasional, dan merupakan ancaman utama (frontal attack) terhadap kekuasaan politik dan legislatif, dan ancaman bagi kewibawaan negara. Di samping itu, juga mengganggu dan mengacaukan lembaga-lembaga sosial dan ekonomi, menyebabkan longgarnya penegakan proses demokrasi, serta merusak pembangunan dan menyelewengkan hasil-hasil yang sudah dicapai. Mengorbankan penduduk, mempergunakan kesempatan atas kelengahan manusia sebagai sasarannya. Memperangkap dan bahkan memperbudak golongan-golongan masyarakat, khususnya wanita dan anak-anak dalam melakukan pekerjaan illegal di berbagai bidang dan keterkaitan satu sama lain, terutama sekali dalam prostitusi. [4]

Tujuan utama dilakukannya kejahatan tersebut, adalah untuk menghasilkan keuntungan, baik bagi individu maupun kelompok yang melakukan kejahatan. Menurut suatu perkiraan, hasil dari kegiatan money laundering seluruh dunia dalam perhitungan secara kasar berjumlah satu triliun dollar setiap tahun. Dana-dana gelap itu akan digunakan oleh pelaku untuk membiayai kegiatan kejahatan selanjutnya. [5] Barangkali juga disalurkan untuk membiayai kegiatan dalam PEMILU, atau yang lainnya.

Mengingat pelaku tindak pidana dalam perkembangannya tidak hanya sebatas dilakukan oleh manusia alamiah (natural person), akan tetapi juga korporasi, yaitu kumpulan terorganisasi dari orang dan/atau kekayaan, baik merupakan badan hukum (legal person) maupun bukan badan hukum. Dalam konteks demikian, korporasi dapat dijadikan sebagai sarana untuk melakukan TPPU dan dapat pula memperoleh keuntungan dari TPPU tersebut. Namun, yang menjadi persoalan adalah mengenai pidana dan pemidanaannya. Karena, dalam penegakan hukum inconcreto-nya masih terdapat perbedaan persepsi dalam melihat apakah korporasi dapat dijatuhi pidana. Dengan adanya persepsi yang demikian itu, maka pidana yang dijatuhkan seringkali jarang diarahkan kepada korporasi, melainkan kepada pengurusnya. Dalam Makalah ini, saya akan menyampaikan beberapa catatan seputar formulasi pasal-pasal dalam Undang-undang No. 8 Tahun 2010.


---------------------------------------------------------------------------
1[3] United Nation, Economic and Social Council, Problem and Dangers Posed by Organized Transnational Crime in the Various Regions of the World, World Ministerial Conference on Organizied Transnational Crime, Naples, 21-23 November 1994, hal. 17-22.
2[4] Ibid., hal. 24.
4[1] Disampaikan dalam Seminar Nasional tanggal 28 Juni Tahun 2011 yang diselenggarakan oleh Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Dalam rangka Dies Natalis XXX (Lustrum VI) Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.
5[2] Guru Besar Hukum Pidana dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember
3[5] Ambassador Wendy Chamberlin, Principal Deputy Assistant Scretary, Bureau for International Narcotics and Law Enforcement Affairs, U.S. Department of State, in Economic Perspectives, The Fight Against Money Laundering.